Wisesa Wahyuono, Mayang Anggrian

Cyanotype Sebagai Sarana Terapis

Introduction

Cyanotype sebagai sarana terapis. Cyanotype sebagai sarana terapi seni: pelajari sejarah, proses, dan manfaatnya. Teknik cetak fotografi biru ini efektif untuk kondisi emosional, terutama anak trauma.

Abstract

Urgensi penggunaan teknik seni Cyanotype sebagai terapi seni terletak pada dampaknya yang positif terhadap kondisi emosional anak yang mengalami trauma. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sejarah Cyanotype, proses penggunaan, dan hasil terapi Cyanotype. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Hasilnya menunjukkan bahwa Cyanotype (1) Cyanotype adalah teknik cetak fotografi yang ditemukan Sir John Herschel pada tahun 1842, menggunakan reaksi kimia antara ferric ammonium citrate dan potassium ferricyanide untuk menghasilkan warna biru khas, Prussian Blue. (2) Teknik Cyanotype, awalnya digunakan untuk mencetak peta dan diagram dalam bidang arsitektur sebagai cetak biru (blueprint), kemudian berkembang menjadi medium seni yang menarik bagi seniman, termasuk Anna Atkins yang mendokumentasikan botani melalui cyanotype. Prosesnya melibatkan pelapisan larutan sensitif cahaya pada media seperti kain atau kertas, diikuti eksposur cahaya ultraviolet dan pencucian untuk membentuk pola atau gambar. (3) Sebagai salah satu metode fotografi alternatif, cyanotype tetap populer hingga kini karena kesederhanaan proses, fleksibilitas eksperimen visual, serta daya tarik estetika yang unik, menjadikannya juga relevan dalam konteks terapi seni untuk mengekspresikan emosi dan meningkatkan kesejahteraan psikologis.

Review

The paper "Cyanotype Sebagai Sarana Terapis" introduces a compelling subject by exploring the potential of Cyanotype art as a therapeutic modality, particularly for children with trauma. The abstract outlines a clear objective: to describe the history of Cyanotype, its operational process, and its therapeutic outcomes. Utilizing a qualitative descriptive approach, the initial sections of the abstract effectively lay a comprehensive foundation, detailing the historical genesis of Cyanotype and its technical evolution, which is crucial for contextualizing its application in therapy. The strengths of the abstract are evident in its meticulous description of the Cyanotype technique. It thoroughly covers its discovery by Sir John Herschel in 1842, the underlying chemical reactions, and its initial practical use in architecture as blueprints. The narrative then smoothly transitions to its adoption as an artistic medium by figures like Anna Atkins. The explanation of the process—involving light-sensitive solutions, UV exposure, and washing—is clear and accessible, making the technique comprehensible even to those unfamiliar with alternative photographic methods. Crucially, the abstract links Cyanotype's enduring popularity, simplicity, flexibility, and unique aesthetic directly to its relevance for emotional expression and psychological well-being, positioning it as a promising tool for art therapy. However, a critical gap exists concerning one of the abstract's core stated objectives: "hasil terapi Cyanotype" (results of Cyanotype therapy). While the abstract expertly details Cyanotype's history and process, the "Hasilnya menunjukkan" section primarily reiterates these descriptive elements without providing any actual findings or descriptions pertaining to the *therapeutic outcomes* or *results* of its application in therapy. To fulfill its stated purpose, the abstract, and by extension the full paper, must explicitly address how Cyanotype effectively aids in "mengekspresikan emosi dan meningkatkan kesejahteraan psikologis" by presenting concrete observations or outcomes from its therapeutic use. Without this crucial evidence or description, the abstract falls short of demonstrating the practical therapeutic value that its title and introduction promise.

Full Text

Comments

You need to be logged in to post a comment.