Dhea Azhari, Mayang Anggrian

IDE BENTUK SIMBOLOGI PEWAYANGAN PADA BAJU MODEST WEAR SEBAGAI MEDIA BERKREASI SENI

Introduction

Ide bentuk simbologi pewayangan pada baju modest wear sebagai media berkreasi seni. Telusuri ide bentuk simbologi pewayangan Jawa pada baju modest wear sebagai media kreasi seni. Lestarikan budaya Indonesia melalui motif unik dan makna mendalam, dianalisis dengan teori estetika.

Abstract

Pewayangan Jawa merupakan suatu kebudayaan Indonesia yang sangat indah dan menarik. Dengan kebudayaan Indonesia yang begitu indah dan sangat memanjakan mata tersebut tentunya kita dapat melestarikan kebudayaan tersebut dengan cara membuat motif pewayangan dengan figur wanita atau pembordir. Tidak hanya itu simbol yang terkandung dalam motif tersebut tentunya memiliki makna tersendiri bagi para Seniman yang membuatnya. Dalam penelitian ini akan membahas tentang ide bentuk penggunaan simbologi pewayangan pada baju fashion show dengan menggunakan teori estetika untuk menganalisis hasil data-data yang sudah diperlukan. Penelitian ini Tentunya juga menggunakan metode kuantitatif yang berupa hasil deskripsi tentang terjawabnya rumusan masalah seperti latar belakang tentang seniman lalu proses kreatif dari karya tersebut dan juga dari analisis karya tersebut. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan kita sebagai orang awam akan terus mengingat kebudayaan Indonesia atau seni dari Indonesia yang sangat menawan. Dalam hal ini melestarikan kebudayaan juga bisa diaplikasikan pada baju fashion modest wear.

Review

This paper presents an intriguing exploration into the integration of Javanese wayang symbology into modest wear, positing it as a medium for artistic expression and cultural preservation. The premise of recontextualizing such a rich cultural heritage within contemporary fashion, particularly modest wear, is commendable and holds significant potential for both aesthetic innovation and the broader dissemination of Indonesian artistic traditions. The abstract clearly articulates a noble objective: to make Indonesian culture more accessible and memorable for the general public through fashion, thereby contributing to its longevity and appreciation. The proposed methodology, which includes the application of aesthetic theory to analyze data derived from the artist's background, creative process, and the final artwork, appears suitable for examining artistic creation. The emphasis on understanding the inherent meanings within the symbols for artists further highlights a nuanced approach to the subject matter. The interdisciplinary nature of the research, bridging cultural studies, art history, and fashion design, is a definite strength, promising a comprehensive perspective on how traditional motifs can be adapted and celebrated in modern contexts. While the core concept is strong, certain aspects of the abstract could benefit from further clarification. The description of the methodology as "kuantitatif yang berupa hasil deskripsi" (quantitative in the form of descriptive results) is somewhat ambiguous; quantitative methods typically involve numerical data and statistical analysis, whereas description aligns more closely with qualitative approaches. A more precise explanation of what this "descriptive quantitative method" entails, or whether it leans more towards a structured qualitative analysis, would enhance clarity. Additionally, the phrase "membuat motif pewayangan dengan figur wanita atau pembordir" is slightly unclear – does it refer to wayang figures depicting women, or motifs created by women, or using embroidery as a specific technique? Clarifying the exact scope of "baju fashion show" versus the broader "modest wear" market, and detailing the "data-data yang sudah diperlukan" for aesthetic analysis, would also strengthen the research proposal.

Full Text

Comments

You need to be logged in to post a comment.